Gus Mus : USTADZ atau KIAI dulu itu mewakafkan dirinya untuk umat, tak dibayar
Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin, Rembang, KH Ahmad Mustofa Bisri atau paling sering di panggil dengan Gus Mus menerangkan makna kata kiai. Dia menyatakan kiai bukanlah terjemahan kata ulama seperti yang banyak dipahami orang-orang selama ini.
" Kiai itu makna budaya Jawa. Kalau di Sumatera ada kata kiai, itu niru Jawa. Kalau di Malaysia ada kata kiai, itu niru Jawa, " tutur Gus Mus dikutip dari ceramah di Pondok Pesantren Al Asnawi Magelang, yang diunggah di Youtube, 2 Februari 2017.
Gus Mus yang juga tokoh Nahdlatul Ulama (NU) ini menyebutkan, pemberian label kiai pada para pemuka agama di masa lalu, karena tidak ditemukan kata yang cocok dalam Bahasa Arab.
" Karena tak temukan, ya dicarikan padanan kata paling dekat, yaitu ulama atau wong alim (orang pintar). Ulama adalah bentuk jamak (campuran kata) alim. Pintar dalam apa saja, tidak cuma masalah agama, " tutur dia dalam ceramah dengan bahasa Jawa itu.
" Profesor Habibie, pakar pesawat terbang itu dalam Bahasa Arab juga disebut alim. Dia mengerti, pintar masalah pesawat. Einsten atau Galileo juga bagian dari kata ulama, " tambah Gus Mus.
Selain belum ada padanan kata dalam Bahasa Arab, bagi orang Jawa sebutan kiai disematkan pada sosok yang dihormati. Disebut kiai karena salah satu cirinya mempunyai pengetahuan serta mengabdikan dirinya untuk orang-orang.
" Kiai mbiyen (dahulu) itu mewakafkan dirinya untuk umat. Tak dibayar. Santri tak bayar, terlebih pemerintah. Blas, kecuali digunakan untuk kampanye, " kata dia.
Kiai masa lalu mencari pendapatan dengan menulis buku atau kitab dari yang sudah di ajarkan pada santri serta orang-orang. Mereka kemudian menjual dan mendapat keuntungan dari situ.
" Kok mau? Itu karena kiai pesantren dulu yang ditiru adalah Rasulullah, " tutur Gus Mus.
0 komentar:
Posting Komentar